• Kamis, 28 September 2023

Pilpres 2024: Perlu Kontrak Politik Penanganan Utang Luar Negeri

- Senin, 5 Juni 2023 | 15:09 WIB
Dadan Supardan, Ketua Relawan Anies P-24 Jawa Barat. (Istimewa)
Dadan Supardan, Ketua Relawan Anies P-24 Jawa Barat. (Istimewa)

Oleh Dadan Supardan, Ketua Relawan Anies P-24 Jawa Barat

TIMENEWS.co.id – Utang luar negeri (LN) Indonesia dari waktu ke waktu terus menggelembung. Per Maret 2023, utang pemerintah lebih dari 7.000 triliun rupiah. Terlepas dari kalkulasi rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) masih dalam level aman, bengkakkan utang mengkhawatirkan banyak pihak.

Oleh karena itu, harus dibangun komitmen pemerintah untuk menangani masalah utang LN secara serius. Jika tidak, sampai kapanpun utang LN takkan pernah berkurang. Bahkan, angkanya terus terkerek.

Salah satu langkah strategisnya, di momen Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 perlu diteken kontrak politik oleh calon presiden (capres). Tentunya terkait dengan komitmen penanganan utang LN. Dengan demikian, masyarakat akan merasa nyaman dan lebih tertarik lagi berpartisipasi dalam pilpres.

Langkah teknisnya barangkali Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mengagendakan proses penandatangnan kontrak politik capres terkait dengan komitmen penanganan utang LN.

Kalau tidak memungkinkan, proses kontrak politik tersebut dapat diinisiasi oleh perwakilan masyarakat yang takzim memperhatikan masalah utang LN.

Konsekuensi dari kontrak politik itu, setiap capres harus merumuskan dan memaparkan pola atau langkah-langkah konkret penanganan utang LN.

Lantaran kontrak politik tidak sebatas untuk ditandatangani. Prosesnya bukan sekadar seremonial yang cukup dengan menyatakan berkomitmen.

Di sini capres akan diuji pola pikirnya. Kapasitas seorang capres bisa dilihat. Sementara rakyat pemilih dapat lebih utuh menilai capres yang akan dicoblosnya.

Lebih jauh lagi, gairah pemerintah untuk menangani masalah utang LN akan berkelindan tegak lurus pada kinerja. Logikanya, dengan tidak terlalu gampang bersandar pada utang LN akan tumbuh dorongan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki.

Penerimaan dari sektor migas, penerimaan pajak penghasilan migas dan penerimaan negara bukan pajak dari sumber daya alam (SDA) penerimaan pajak nonmigas akan akan diperhatikan super ketat.

Daya kreativitas pun otomatis terdongkrak. Seperti mengkaji sumber-sumber pembiayaan baru. Lantaran, suka tidak suka pemerintah harus mencari sumber-sumber pembiayaan baru sebagai alternatif guna lebih menjamin keberlanjutan fiskal.

Pemerintah juga akan berkalkulasi ketat dan berhitung cerdas tatkala hendak melakukan kemitraan penanganan sumber daya alam dengan pihak manapun. Jangan sampai pihak pemerintah berada pada posisi yang dimanfaatkan.

Dengan kata lain, pemerintah akan berupaya keras menghindari pembagian hasil yang tidak adil terkait dengan kerja sama penanganan SDA dalam negeri.

Halaman:

Editor: Dudun Hamidullah

Sumber: KBA News

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Resensi Buku: Sanad Nasionalisme AR Baswedan

Kamis, 28 September 2023 | 13:48 WIB

Pohon Judi : Potong Dahan Bukan Basmi Akar

Rabu, 30 Agustus 2023 | 20:02 WIB

Berapa Tahunkah Indonesia Dijajah oleh Belanda?

Senin, 28 Agustus 2023 | 23:27 WIB

Kasman Singodimedjo, Muhammadiyah dan PPP

Minggu, 27 Agustus 2023 | 19:25 WIB
X